Testimoni Teddy

Perjuangan Menghadapi Kanker

Nama saya Teddy dan saya berasal dari Jakarta. Saya didiagnosis dengan kanker dan sudah menjalani kemoterapi sebanyak 24 kali. Setelah itu, kanker metastasis ke paru-paru saya. Setelah kemoterapi, metastasis itu hilang, tetapi muncul kistik-kistik kecil di paru-paru kiri saya

Pada bulan Februari awal tahun ini, saya terkena COVID-19 dan setelah sembuh, saya tidak pernah berhenti batuk. Dokter yang merawat saya menyebut bahwa kistik ini seharusnya tidak menjadi masalah karena kistik seperti kista, jika tidak bermasalah ya sudah.

Namun, batuk saya tidak pernah berhenti dan saya sudah mencoba berbagai pengobatan. Mereka selalu membicarakan tentang kistik dan kanker, hingga saya menjalani kemoterapi lagi karena mereka berkata kistik itu adalah kanker. Saya menjalani kemoterapi hingga 30 kali dan efek sampingnya luar biasa.

Saya mulai mengikuti meditasi melalui Zoom dan Mixlr, tetapi saya merasa tidak mendapatkan apa-apa. Saya malah merasa malas karena saya tidak begitu memahaminya. Saya juga pernah mengikuti kelas online selama pandemi COVID-19 tetapi sama sekali tidak mendapatkan manfaat.

Kemudian, istri saya mendaftarkan saya untuk tapa brata ini. Sebenarnya, ini adalah keputusan yang dipaksakan oleh istri saya dan seharusnya saya daftar pada bulan Oktober yang lalu. Namun, saya didiagnosis dengan pneumonia dan harus dirawat selama 7 hari dan bed rest selama sebulan. Akhirnya, saya bisa reschedule tapa brata ini hingga bulan November.

Saat saya mau berangkat, kondisi tubuh saya sangat lemah. Saya sering sakit dan cepat lelah, bahkan naik tangga pun terasa sangat berat dan saya merasa sesak. Saya memiliki pneumonia, kistik, dan juga jamur. Batuk saya bervariasi dari batuk kering hingga batuk berdahak dan parahnya terjadi pada malam hari.

Setelah sampai di sini, saya sering mencari kayu untuk berbaring saat istirahat. sejak menderita pneumonia, pinggang saya menjadi sangat sakit, seperti ada syaraf yang terjepit. Suatu hari, pinggang saya terasa sangat sakit meskipun saya sudah membawa obat penahan rasa sakit dan obat untuk melemaskan otot yang disiapkan istri saya. Selama menderita pneumonia, saya hanya bisa tidur satu jam, lalu terbangun dan berusaha untuk tidur lagi tetapi tidak bisa karena rasa sakit di pinggang.

Begitu sampai di sini, pada hari pertama, kedua, ketiga, dan keempat, sebenarnya saya tidak bisa tidur. Namun, saya ingat Pak Korma dan Pak Merta pernah berkata dalam video, bahwa tidak apa-apa jika tidak bisa tidur karena pikiran positif dan energi yang kita miliki sebenarnya dapat mendukung kita. Saya merasa kalau di rumah, jika saya tidak bisa tidur, saya akan melakukan berbagai aktivitas. Di sini, saya tidak melakukan itu. Saya masih bisa mengikuti dan menjalani meditasi.

Di hari kedua, perut saya mulai keram dan saya mulai merasa mual. Biasanya, saya jarang makan buah atau nasi. Biasanya, istri saya membuatkan saya jus atau oatmeal yang kebanyakan berbentuk cairan dan saya tidak banyak makan makanan padat dan berat. Namun, perut saya tetap kram. Pada hari kedua dan ketiga, perut saya kram dan di hari keempat, rasa sakit di pinggang saya mulai hilang. Malamnya, saya merasa seperti bisa tidur.

Namun, setelah malam keempat dan saya bersiap untuk tidur, ternyata rasa sakit di pinggang saya malah lebih parah dari hari sebelumnya. Selain itu, perut saya juga kram. Rasa sakit di pinggang saya sangat parah hingga saya merasa seperti pinggang saya mau patah. Saya berbalik ke kanan dan ke kiri dan akhirnya saya menggelar selimut di lantai dan mencoba tidur. Di pagi hari, saya dibangunkan dan meditasi pagi dipimpin oleh Pak Merta pada hari kelima.

Saya ingat dengan jelas, di ujung meditasi, saya sama sekali tidak bisa fokus. Saya mencoba memfokuskan pikiran saya ke pinggang saya, namun bukannya membaik, malah semakin sakit. Saya bergerak ke sana-sini sampai meditasi selesai. Saya mencoba mendiskusikannya dengan Pak Merta. Beliau berkata, tidak selalu suatu hal yang kita pikirkan akan langsung membaik. Biarkan itu bekerja, namun kita harus terus mencoba.

Seharian itu, walaupun penyakit utama saya adalah kanker rektum, saya memutuskan untuk fokus ke dada saya. Kebetulan, cakra yang berhubungan dengan rektum saya juga berhubungan dengan pinggang saya, jadi saya mencoba memfokuskan pikiran saya ke sana. Pada malam hari kelima, menjelang hari keenam, saya meminjam matras dan tidur di lantai. Ternyata, malam itu saya bisa tidur dengan nyenyak. Ini adalah kali pertama dalam beberapa bulan sejak saya sakit pneumonia. Saya terbangun karena ingin buang air kecil, lalu tidur lagi. Saya ingat dengan jelas, saya bangun kembali hanya ketika bel berbunyi.

Pada pagi hari, saat meditasi cinta kasih, saya mulai merasakan sesuatu yang enak dalam tubuh saya. Saat sarapan, mata saya berair. Tiba-tiba, saya merasakan kebahagiaan yang lama saya impikan. Saya duduk di bawah pohon Bodhi dan hanya berdoa kepada Tuhan. “Tuhan, semalam saya bisa tidur, tapi bagaimana malam ini? Apa saya bisa tidur lagi?” Tapi itu urusan nanti. Seperti yang diajarkan oleh Pak Merta, semua pasti akan berubah. Saya akan terus mencoba dan berdoa, dan syukurlah, semalam saya bisa tidur lagi.

Menurut saya, jika kita mengerti apa yang ditanamkan Pak Korme dan Bu Ati di awal, yaitu bahwa meditasi ini adalah proses pengasahan diri, kita akan dapat menerapkannya sendiri di rumah. Tanpa mengikuti petunjuk mereka, saya rasa meditasi ini tidak akan berarti.

Hal terakhir yang ingin saya bagikan di sini adalah bahwa saya tidak hanya menemukan meditasi. Dari cerita Pak Merta tentang Anicca (ketidakstabilan), saya mendapat pencerahan. Sejak saya didiagnosis menderita kanker, saya bertanya-tanya kenapa ini bisa terjadi pada saya di usia 40, di saat usaha saya sedang bagus. Mengapa tiba-tiba segalanya bisa hilang? Semuanya luluh lantak. Saya tidak bisa menerima perubahan ini. Setiap kali saya selesai kemoterapi, saya berusaha kembali ke kantor, mungkin hal itu juga yang membuat saya sakit.

Namun, pada malam pembicaraan tentang Anicca, saya mendapat pencerahan. Saya harus menerima kenyataan bahwa saya menderita kanker. Saya harus menerima bahwa saya sakit. Jika saya sembuh, ya sudah, kita jalankan hidup. Semua memiliki jalannya sendiri.

Saya merasa didorong oleh istri saya. “Ya Tuhan, tolong sembuhkan saya,” saya berdoa lebih banyak, namun saya kemudian terkena pneumonia. Saya tidak bisa kembali ke kantor, baru saja memulai kembali, dan tiba-tiba saya terkena pneumonia. Saya merasa semuanya tidak bisa beres lagi. “Tuhan, tolong bantu saya,” saya berdoa. Dan pembicaraan tentang “diligent man” sungguh menyentuh hati saya. Ini sebenarnya adalah cara Tuhan membantu saya melalui Pak Merta.

Saya ingin bangkit lagi, asalkan saya memiliki tekad dan mau berjuang. Jadi, saya datang ke sini dengan niat untuk tidak menyakiti istri saya, menghormati istri saya, dan mencoba untuk sembuh. Setelah saya pulang dari sini, saya harus bertekad untuk melanjutkan meditasi ini. Dan semoga, setelah retreat ini, saya dapat memberikan kabar baik kepada Pak Korma, Bu Ati, dan Pak Merta tentang perjalanan penyembuhan saya.

 

Teddy

Tapa Brata 1

Program & Kelas

Jadwal Kegiatan

Program & Kelas

Program Meditasi