Tapi begitu buka pendaftaran Tapa Brata akhir tahun lalu, saya langsung daftar dulu. Just in case, saya tidak jadi berangkat trip. Tapi saya akan usahakan untuk berangkat.
Saya sudah berencana akan ke Paris, Jordan, London, dan Dubai. Tapi, sampai terakhir di bulan Januari saya bilang, saya ke Australia saja. Saya sudah booking hotel di Sydney, passport saya juga sudah di travel agent. Entah kenapa, kalau kata Pak Merta Ada juga jodoh-jodohan untuk ikut meditasi kesehatan intensif ini. Jalannya sudah dibikin saya tidak boleh kemana-mana, ikut Tapa Brata di Bali Usada saja. Saya baru beli tiket juga last minute. Tapi saya pikir last minute cancel juga tidak apa-apa, waiting list kan panjang, pasti ada yang menggantikan. Tapi akhirnya tetap memutuskan untuk berangkat. Ulang tahun 2 Februari, orang biasanya memilih makan-makan bersama teman atau keluarga. Tapi saya memilih untuk noble silence.
Hari pertama Tapa Brata di malam hari, entah kenapa saya sangat mengantuk. Hari kedua saat latihan meditasi tekad kuat, saya juga merasa sangat ngantuk. 15 menit break itu saya pakai untuk tidur di kamar. Lalu saya langsung berpikir, oh ternyata saya butuhnya tidur bukan latihan meditasi. Tapi saya tetap menguatkan diri untuk latihan meditasi khususnya saat meditasi tekad kuat. Hari ketiga, entah mengapa saya biasanya selalu semangat saat meditasi kesehatan intensif Tapa Brata. Saya selalu cerita ke orang-orang. Tidak terhitung sudah berapa murid-murid dan teman-teman saya ke sini. Semua sudah saya suruh ke sini. Tapi entah mengapa Tapa Brata kali ini saya agak low. Sampai hari ketiga setelah latihan meditasi tekad kuat, saya kesakitan. Saya sampai tulis surat, saya tanya ke Pak Winawan, “Pak ini saya kesakitan, saya mau minum obat”. Kata Pak Winawan, “tidak usah”. Baiklah saya tidak jadi minum obat.
Nah, jam 12 setelah makan siang, kita istirahat. Entah mengapa saya sangat ingin pulang. Saya merasa tidak betah. Lalu saya tiba-tiba menangis sangat kencang. Setelah menangis saya merasa agak lega. Oh mungkin saya sedang sedih. Lalu saya mulai lagi latihan meditasi. Saya merasa kesehatan semakin drop. Meditasi tekad kuat juga semakin drop.
Hari keempat, saya bertemu Pak Korma. Saya bilang ke Beliau, “Pak kok saya merasa kangen. Papa saya meninggal 8 tahun yang lalu. Selama break saya ngomong begini, Pa, apa kabar ya surga? Tio kangen. I wish that I can go to your place right now. I’m so tired living in this kind of world. Which is like, what’s the point I have everything here. But, I feel empty without you being around actually. Saya berpikir, tidak ada gunanya lagi hidup di dunia”. Lalu Pak Korma bilang, “tidak boleh berpikir seperti itu”. Pada saat itu saya tidak ada rencana untuk konsultasi dengan Pak Merta Ada. Karena saya pikir saya tidak boleh egois. Masih banyak orang-orang yang punya masalah lebih berat dari saya.
Sampai hari kelima, di situ lah pecahnya. Saya tiba-tiba sakit lagi. Saya tidak bisa bermeditasi. Saya sampai keluar ruangan. Lalu Pak Suweca membantu dengan memberikan energi cinta kasih ke saya. Tiba-tiba sakitnya hilang. Saya dikasih obat juga. Setelah itu badan merasa lebih enak. Sore harinya, sekitar jam 5 saat snack sore, tidak ada apa-apa, saya hanya mau istirahat sebentar, tiba-tiba saya menangis sangat kencang. Mungkin sampai kamar di sebelah kiri dan kanan saya mendengarnya. Saat ada yang mau memberikan snack, saya tidak mau membuka pintu. Karena saya tidak mau dilihat orang lain. Mungkin sekitar 20 menit saya menangis. Akhirnya tangis saya mereda dan merasa lebih tenang. Lalu saya memutuskan untuk mandi.
Saat sampai di kamar, saya makan snack kacang ijo dan kue cokelat. Saya pikir dengan makan yang manis-manis bisa bikin bahagia. Baru makan satu gigit, saya menangis lagi dengan sangat kencang. Saya berpikir, saya kenapa lagi ya? Saat itu saya masih tidak mau lapor ke instruktur. Karena tangis saya tak kunjung berhenti, akhirnya saya lapor ke Pak Winawan dan Pak Suweca. Sampai akhirnya ditanya apa yang terjadi, saya juga tidak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Saya berbicara pun sampai tersendak-sendak. Lalu saya mengira-ngira, apa landasan berpikir saya yang tipis. Saya sudah ikut 3 kali ikut meditasi kesehatan intensif Tapa Brata dalam setahun kenapa bisa begini. Lalu akhirnya saya dipertemukan dengan Pak Merta Ada. Pak Merta bilang, memang ada rasa rindu yang muncul. Akhirnya saya pikir, memang saya rindu ayah saya. I miss my dad so much.
Setelah itu saya akhirnya dapat jawaban, saya ikut meditasi kesehatan intensif Tapa Brata pertama bulan April. Saat itu luka saya terbuka. Tapa Brata kedua saya ikut, 1 bulan setelah Tapa Brata yang pertama. Dan saya ikut 90 hari latihan meditasi setelah Tapa Brata nonstop. Waktu itu saya berangkat ke Amerika. Di perjalanan dari East to West, saya tetap bermeditasi. Karena saya ingin merasa lebih baik. Sampai bulan Agustus masih rutin berlatih. Saya rajin ikut latihan meditasi live streaming di aplikasi Mixlr. Sampai bulan September, latihan saya mulai berkurang. Karena saya guru yoga, saya banyak ada shooting, event, dan traveling. Hal itu membuat saya lelah saat mau latihan meditasi.
Dan akhirnya saya menyadari, selama bulan September, Oktober, November, dan Desember, 4 bulan terakhir ini, latihan meditasi saya sangat berantakan. Akhirnya saya tahu penyebabnya, karena saya jarang bermeditasi. Hanya untuk menikmati napas pun saya tidak meluangkan waktu. Jadi saran saya untuk teman-teman semua, Walaupun sudah ikut meditasi kesehatan intensif Tapa Brata, tetap rutin bermeditasi di rumah. Karena saya sendiri mengalami. Walaupun sudah ikut 3 kali Tapa Brata dalam setahun, kalau kita stop, kita tidak akan kemana-mana. Pekerjaan apapun yang sedang dijalani, kita tidak akan merasa yang namanya benar-benar bahagia. Semoga kita semua tetap aktif bermeditasi. Terima kasih.
Tio Rosaline – Sahabat Meditasi dari kelas meditasi kesehatan intensif Tapa Brata 1