Suatu hari ia menerima lagi kiriman e-mail dari seseorang bernama Niko . Ia mengaku tak mengenal nama itu. Kali ini ia merasa penasaran. Tanpa menunda waktu ia membuka website milik Bali Usada Center dan beberapa kali mengirim surat via e-mail untuk menanyakan berbagai hal pada kantor pusat
Bali Usada Center di Denpasar Bali.
Sebagai seseorang yang bekerja di sebuah perusahaan di negara Singapura, ia merasa informasi tentang kegiatan Tapa Brata meditasi kesehatan yang diselenggarakan Bali Usada Center membuatnya ingin tahu secara jelas dengan ikut sebagai salah satu peserta.
“Padahal saya mendapat informasi kalau kegiatan ini harus dijalani tanpa bicara selama lima hari antara peserta dan makanan juga harus vegetarian. Semula saya merasa tidak akan mampu mengikutinya,” kata lelaki bernama Susanto ini sambil tertawa.
Pengalamannya selama beberapa tahun tidak menemukan jawaban yang pasti tentang penyakit stroke yang pernah dideritanya membuatnya ingin mengikuti kegiatan Tapa Brata.
“Saya sedang membutuhkan spiritual. Karena saya pernah mengalami stroke selama 3,5 tahun tanpa tahu penyebabnya. Pembuluh darah pecah, lidah pelo, tidak bisa bicara,” lanjutnya.Tapi dokter tidak bisa menjelaskan dengan pasti bagaimana penyakit itu menimpanya. Padahal ia tidak memiliki penyakit kolesterol, atau darah tinggi dan lainnya.
“Dokter hanya mengatakan, penyakit stroke saya timbul karena saya tidur ngorok sehingga oksigen tidak mengalir dengan baik. Saya benar-benar kesal,” ucapnya . Dokter juga memberinya sebuah alat berupa masker yang harus ia gunakan apabila ia hendak tidur. Alat itu berguna untuk mencegah agar ia tidur tidak ngorok.
Kemudian ia mendaftarkan diri sebagai peserta Tapa Brata di Baturiti Bedugul Tabanan Bali, meski di dalam hati ia masih meragukan kegiatan ini. Tak lupa ia membawa alat masker anti ngorok dan bersedia membayar dengan harga di luar ketentuan peserta lain karena ia memilih kamar sendiri untuk menghindari peserta lain terganggu dengan ngoroknya. Aturannya satu kamar ditempati tiga orang peserta.
Selama ini ia berupaya menyembuhkan penyakit stroke yang dideritanya melalui latihan bernyanyi karaoke. Meski suara pelo ia terus berlatih dan berlatih hingga akhirnya ia bisa berbicara kembali. Tapi kebutuhan spiritual yang ia perlukan belum ia temukan. Perasaan hatinya terus gelisah karena penyebab penyakit stroke yang pernah dideritanya tidak juga menemukan jawaban. Para dokter di Singapura tidak bisa memberinya penjelasan secara terperinci.
Di hari ke lima ia mengikuti Tapa Brata, ia menemukan jawabannya. Kebutuhan spiritual itu ditemukannya di sini. Dari tahap demi tahap yang dilaluinya, ia menyadari bahwa ia harus menerima dengan ikhlas dan tulus hati penyakit yang pernah dideritanya. Dengan cinta kasih yang ada di dalam hatinya ia bisa membiarkan penyakit itu pergi dengan lemah lembut. Tanpa harus membencinya, tanpa harus meratapinya. Dan selama mengikuti kegiatan Tapa Brata ia tidak memerlukan masker anti ngorok. Ketenangan yang diperolehnya dalam kegiatan meditasi kesehatan ini, telah memberinya suatu tujuan di waktu yang akan datang ia akan membentuk kepercayaan pada dirinya sendiri. Sehingga ia bisa tampil seperti sebelum penyakit stroke itu pernah muncul di dalam hidupnya.
“Saya ingin bisa berbicara, memberikan presentasi tentang program perusahaan saya di depan umum, di depan banyak orang. Karena setelah mengalami stroke kepercayaan diri itu hilang begitu saja. Kini seusai menjalani program meditasi kesehatan ini, saya akan mampu lagi melakukan kegiatan tersebut,” katanya optimis.