Testimoni Lastri
Wanita cantik berkulit putih bernama Lastri itu hanya terduduk lemas. Hatinya tersayat saat tim dokter sebuah rumah sakit di Jakarta memberikan kepastian kepadanya bahwa upaya untuk memperoleh buah hati melalui program bayi tabung dinyatakan gagal. Tentu saja ia tidak mampu menyalahkan kegagalan ini kepada tim dokter.
Suaminya, Prasetyo, hanya bersikap pasrah. Menerima jalan hidup yang harus dilaluinya. Perkawinannya hampir melewati waktu dua belas tahun dan belum juga dikaruniai keturunan sebagai buah cinta mereka. Segala cara telah mereka lakukan. Belum ada hasilnya.
Mereka berdua duduk di kursi ruang keluarga dengan perasaan bercampuraduk, antara sedih, kecewa, gundah dan hati yang kosong. Situasi yang membuat mereka terdiam.  Suara dering telpon mengagetkan mereka. Dari seorang teman bernama Hermin.  Seingat mereka, memang pernah berjumpa dengannya pada suatu acara. Tapi mereka telah lupa di mana dan kapan. Entah mengapa teman bernama Hermin ini masih mengingat mereka dan memberikan informasi tentang kegiatan meditasi kesehatan yang diselenggarakan Bali Usadha Center di kawasan Puncak Bogor Jawa Barat.
Sungguh aneh. Sore itu, saat mereka usai menerima informasi tentang acara tersebut, hati mereka merasa tenang. Mereka kemudian merencanakan keberangkatan menuju Puncak dan berupaya bertemu dengan Bapak Merta Ada, pimpinan Bali Usadha Center untuk berkonsultasi mengenai permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Usai berkonsultasi, ternyata Bapak Merta Ada memberikan harapan kepada mereka kemungkinan untuk memiliki buah hati masih terbuka lebar. Mereka pun mengikuti saran Bapak Merta Ada mengikuti kegiatan meditasi kesehatan Tapa Brata di Baturiti Bedugul Tabanan Bali.
Kegiatan yang diselenggarakan tanggal 18 Desember hingga 26 Desember 2004 mereka ikuti berdua. Mereka benar-benar berniat ikut hingga untuk sementara meninggalkan pekerjaan. Selama mengikuti Tapa Brata, hal yang tersulit yang dirasakan Lastri adalah berkonsentrasi pada saat bermeditasi. Memusatkan perhatian pada aliran nafas masuk dan keluar dari hidung sepintas merupakan hal yang mudah. Tapi setelah menjalaninya untuk waktu setengah jam atau empat puluh lima menit bukan hal yang gampang. Konsentrasi sangat mudah lepas dan bermacam-macam pikiran akan muncul datang silih berganti mengusik. Terutama selama lima hari para peserta dilarang saling berbicara.
“Waduh, sungguh sulit. Apalagi kalau berpapasan dengan suami tapi harus saling berdiam diri. Lucu rasanya. Tinggal dalam satu tempat meski berpisah kamar, tapi khan pasti ketemu di ruang makan atau di ruang meditasi. Kalau nggak berkomunikasi dengan suami ya rasanya berat,” ujarnya sambil tertawa.
Tapi, untuk sebuah harapan, menurutnya, apapun telah diniatin dengan sungguh-sungguh. Sehingga tak terasa waktu lima hari berlalu dan mereka sukses tidak saling berbicara.  Ia juga merasakan, setelah mengikuti kegiatan Tapa Brata selama enam hari lima malam, ia memperoleh suatu pelajaran yang sangat berguna. Yakni ia harus belajar untuk bersikap bijaksana menghadapi segala sesuatu. Dan menyadari setiap penyakit ada obatnya. Terlebih lagi Tuhan memberikan kita kehidupan pasti ada maksudnya dan memberikan manfaat bagi diri sendiri dan juga manfaat bagi orang lain.
Begitu juga sang suami, yang menganggap informasi dari teman lama tentang Bali Usadha Center telah memberinya manfaat yang luar biasa. Meski hujan turun dengan deras waktu itu, ia bersama istrinya tetap berangkat ke Puncak untuk bertemu dengan Bapak Merta Ada. Dari konsultasi tersebut, ia diberikan pengertian bahwa sebuah keinginan akan tercapai harus melalui proses. Terutama kita harus mengobati diri sendiri. Tak salah lagi. Setelah enam hari berlalu, ia justru merasa lebih menghargai hidup.
“Hidup ini indah, penuh harapan dan akan selalu berubah,” ungkapnya dengan nada riang. Menurut Bapak Merta Ada, di lingkungan masyarakat khususnya di negara Indonesia, merupakan hal yang wajar bila orang lain melihat kita belum menikah pasti akan bertanya kapan menikah. Bila sudah menikah pasti akan bertanya kapan kita punya anak, dan sebagainya.
Ditegaskan Bapak Merta Ada, memiliki seorang anak adalah baik dan berupaya untuk itu juga bukan merupakan sikap yang salah. Namun apabila Tuhan tidak memberi seorang anak pun, mereka harus tetap bersyukur dan menganggap semua ini merupakan karunia terbaik dariNya.

Dirangkum  berdasarkan kesan Ibu Lastri pada penutupan kegiatan
Tapa Brata di Baturiti Tabanan Bali Tanggal 24 Desember 2004

Program & Kelas

Jadwal Kegiatan

Program & Kelas

Program Meditasi