Testimoni Komang

Maafkan Aku Ibu

Aku Komang. Sejak bayi aku tidak diasuh oleh kedua orang tua kandungku. Aku tak tahu bagaimana ceritanya, sejak bayi merah aku diasuh oleh kakek dan nenek di sebuah desa yang cukup tentram. Ayah dan Ibuku berpisah dan masing-masing memilih jalan hidup sendiri. Aku besar seorang diri. Hingga aku duduk di bangku SMP dan SMA, saat aku belajar seorang diri, aku sering menangis. Merasakan kesepian hati seorang anak tanpa ayah dan ibu yang mendampingi sehari-hari.

Beruntung aku memiliki kakek dan nenek yang begitu menyayangiku.

Sampai aku beranjak dewasa dan sukses sebagai pengusaha handicraft, aku hanya merasakan hubungan komunikasi antara aku dan orang tua kandungku hanya sebatas hubungan biologis saja. Terlebih kemudian ayah kandungku meninggal dunia. Aku tak merasakan kesedihan apa pun. Pada ibu dan keluarga barunya pun aku juga tidak terlalu peduli. Aku selalu merasakan kehampaan.

Bisnisku terus meningkat. Akhirnya aku menjadi seorang pengusaha ekspor-impor dan diberikan karunia materi yang cukup berlimpah. Aku tetap tak terlalu peduli dengan figur ibu kandungku. Ibuku sering meminjam mobilku. Tak sedikit pun rasa yang terketuk di hatiku untuk menanyakan keperluan ibu.

Aku tak tergugah untuk mengantarkan ibu ke mana ia hendak pergi. Aku hanya menyuruh sopir atau adik-adik tiri untuk mengantarkan ibu.

Hanya saja selama ini aku selalu merasakan hidupku hampa. Apa yang telah aku miliki tidak memberi rasa bahagia. Bahkan mendekati usiaku yang setengah abad, aku sudah mengambil keputusan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Tapi hatiku tetap merasa kosong.

Tanpa sengaja aku memperoleh informasi mengenai kegiatan meditasi kesehatan yang diselenggarakan Bali Usada dari sebuah koran lokal. Kemudian aku mencari informasi sejelas-jelasnya dan mendaftar sebagai salah satu peserta.

Setelah mengikuti Tapa Brata selama 7 hari 6 malam di Baturiti, Tabanan, Bali, aku menyadari, perasaan hampa yang aku rasakan selama ini sesungguhnya berasal dari kesalahanku sendiri. Keangkuhan, sikap egois, dan rasa dendam yang tidak aku sadari bertumpuk di dalam lubuk hati yang paling dalam selama bertahun-tahun, ternyata menjadi penyakit.

Pengobatan itu tidak perlu jauh-jauh. Hanya dari diriku sendiri. Tahap demi tahap kegiatan meditasi kesehatan yang aku jalani dengan sungguh-sungguh dari hari ke hari memberiku pencerahan. Kebencian yang dipendam selama kurun waktu yang panjang menjadi penyebab ketidakbahagiaan yang dirasakan meski aku memiliki materi berkecukupan, istri, dan anak-anak yang baik. 

Aku harus menjernihkan hatiku dengan memberikan cinta kasih yang tulus kepada ibuku. Bagaimanapun juga ia adalah ibu kandung yang telah melahirkanku. Perasaan menyesal dan kesadaran yang tumbuh di hatiku telah memberiku kesembuhan. Sekarang aku merasa nyaman dengan diriku sendiri. Rasanya hidup ini indah. Aku akan mengasihi ibuku. 

Program & Kelas

Jadwal Kegiatan

Program & Kelas

Program Meditasi