Testimoni De

Sebuah pengalaman yang sangat mendalam bagi saya.....  

Cerita dari Tapa Brata – Umah Lu’ung; 5 – 11 Desember 2004. Saya termasuk orang yang percaya bahwa tidak ada hal yang disebut sebagai ‘kebetulan’ ataupun ‘tanpa sengaja’. Namun, entah bagaimana, saya memulai bermeditasi dengan Bali Usada pada suatu hari Minggu di bulan Okober 2004. Semuanya berjalan cepat sekali,

hanya dengan beberapa e-mail dan kemudian saya belajar di kelas reguler yang diadakan disebuah rumah di Jl. Cisanggiri – Jakarta. Belum selesai menjalankan kelas reguler ini [baru 6 kali pertemuan dari total 8 kali pertemuan], saya mendapatkan ‘rejeki’ untuk mengikuti Tapa Brata [TB] di Ubud, Bali. Ternyata keseluruhan pengalaman ini menjadi suatu pengalaman yang sangat mendalam untuk saya.

Di tahun 2000, saya mendapatkan sakit karena adanya miom di rahim saya dan kista pada kedua indung telur saya. Dokter memberikan obat untuk memberhentikan perdarahan ringan saya, namun perdarahan tetap berlanjut setelah obatnya habis. Makin lama, saya merasakan sakit yang bukan main pada perut bagian bawah saya. Bermula dari hanya kadang-kadang ada rasa sakit setiap bulan, menjadi setiap bulan sakit, dan kemudian menjadi parah sehingga 20 hari dalam sebulan itu saya merasakan sakit yang teramat sangat. Perdarahan juga tetap ada. Rasa sakit ini ada sepanjang hari sehingga sangat mengganggu dimanapun saya berada. Saya menjadi sangat tergantung dengan obat-obat penahan sakit. Hal ini menambahkan kekhawatiran saya karena saya takut pada efek samping dari penggunaan obat-obat ini secara kontinu dan untuk waktu yang lama.

Sayapun menjadi lebih pemarah. Setiap seorang kawan mengatakan: “Bersabarlah. Sakit ini akan membawa berkah untukmu. Nikmati sakitmu”, saya ingin berteriak saja rasanya. Jadi tambahlah masalah saya: sakit, khawatir dan menjadi lebih pemarah! Ukuran dari miom dan kistapun bertambah besar dari hari ke hari. Obat yang diberikan Dokter tidak cukup membawa perbaikan. Ibu Dokter yang baik hati mengatakan bahwa: “Semoga rekomendasi saya tidak berlebihan dan tidak berkekurangan, tetapi anda sudah perlu dioperasi”. Tindakan atau operasi ini, karena hal yang sulit dijelaskan, merupakan hal yang saya hindari.

Sewaktu saya mengikuti meditasi di kelas reguler, kurang lebih di minggu ke-4, saya memperhatikan bahwa penggunaan obat penahan sakit saya sudah berkurang. Sahabat meditasi lain didalam kelas reguler juga mulai menceritakan bahwa keluhan-keluhan mereka sudah membaik. Ada yang menderita insomnia dan sudah mulai bisa tidur di malam hari. Ada yang secara ‘normal’ sulit kebelakang setiap hari, maka sekarang tidak bisa menjalankan meditasi sampai dengan ½ jam, karena sudah tergopoh-gopoh perlu kebelakang! Saya sendiri, saat itu, tidak berani mengatakan bahwa meditasi yang baru saya jalankan itu sudah membuat sakit saya reda. Saya tidak mau berharap banyak, namun saya mengikuti dan menjalankan saja meditasi yang diajarkan. Saya membuka diri saya untuk belajar …

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul di benak saya, seperti: Apakah teknik merasakan nafas kita serta yang disebut sebagai ‘pikiran harmonis’ itulah yang menyebabkan rasa sakit saya reda? Bagaimana bisa? Kok hanya dengan mengamati pernafasan saja bisa ‘mengobati’? Pertanyaan-pertanyaan lebih terjawab sewaktu saya mengikuti TB.

Mengenai pernafasan, ditahun 1988 saya menjalankan operasi jantung dimana selama 4 hari saya tinggal di ICCU. Selama di ICCU, badan saya penuh dengan selang serta kabel-kabel yang memonitor kondisi saya. Salah satunya adalah alat yang memonitor detak jantung dan pernafasan saya. Alat ini mengeluarkan suara sesuai denyut nadi saya. Suatu saat, dalam kondisi belum sadar sepenuhnya, saya memperhatikan bahwa suara yang keluar dari alat tersebut menjadi sangat kencang dan datar tidak mengikuti denyut nadi. Saya mengetahui ada suster yang berlari-lari dan kemudian dia mengucapkan: “Bu, jangan lupa nafas ya!”. Kalimat ini membekas sampai dengan sekarang, karena bagaimana kita bisa lupa nafas? Nafas adalah sesuatu yang otomatis saja kita lakukan – tanpa berpikir-pikir lagi. Tapi ternyata tidak demikian hal-nya dan kemudian saya ketahui bahwa nafas ini membawa saya kedalam hal-hal yang baru lagi …

Sewaktu mengikuti TB di Ubud, salah satu diantara ‘rejeki’ yang saya terima adalah bahwa kelasnya tidak terlalu besar. Saya merasa nyaman didalam kelas kecil ini – semuanya wanita – yang mana kami semua menjadi sangat akrab. Dengan ‘asupan’ 9x meditasi dalam 1 hari, 2x olah raga di pagi & sore, serta 2x ceramah, ternyata badan saya terasa ‘lelah’ namun juga merasakan ‘bersemangat’ pada saat yang sama. Beberapa perasaan yang saling bertolak belakang ini saya rasakan sepanjang TB, seperti rasa betapa ‘leganya’ bahwa meditasi dengan tekad kuat sudah mau berakhir, namun juga ada rasa ‘sedih’ bahwa meditasi ini akan berakhir; rasa betapa ‘sakitnya’ merasakan sakit di bagian-bagian badan sendiri, namun juga bahwa ada rasa ‘nyaman’…

Hal khusus yang saya alami didalam TB ini adalah bahwa saya sebenarnya tidak terlalu ‘kenal’ dengan badan dan diri saya sendiri. Saya sudah 42 tahun hidup dengan diri saya sendiri, saya mengira bahwa saya bisa ‘berbicara’ dengan diri saya sendiri, namun ternyata ‘percakapannya’ tidak pernah mendalam … Saya belajar mengenali diri saya lebih baik didalam TB. Saya belajar tentang perubahan dan bagaimana perubahan ini merupakan bagian dari hidup kita. Dengan cara yang khusus, saya belajar menjadi Pasrah, dan saya belajar memahami akan Yang Maha Kekal.

Untuk badan kasar saya, miom serta kistanya masih ada. Miom dan kista yang sudah membawa saya ke banyak perjalanan ini masih ditakdirkan untuk menemani saya dalam perjalanan-perjalanan ke depan. Akseptasi saya akan keberadaan miom dan kista ini menjadi lebih baik. Saya juga mengamati bahwa sakit yang saya rasakan – masih ada rasa sakitnya – namun bisa di’nikmati’ tanpa perlunya obat penahan sakit. Dari “20 hari dalam sebulan itu saya merasakan sakit”, maka saat ini saya sudah lebih dari 20 hari tanpa rasa sakit yang mengganggu. Sampai dengan tulisan ini dibuat, saya sudah bisa tidur malam tanpa terbangun karena sakit. Alhamdulillah.

Ceramah-ceramah, dongeng-dongeng serta nyanyian pak Merta memberikan ‘isi’ tersendiri didalam TB. Saya sangat menikmati semua ini. Secara keseluruhan, saya merasa bahwa pengalaman didalam TB ini sudah dibuat ‘khusus’ untuk saya. Bahwa sudah saatnya saya melakukan dan menikmati tri tapa. Saya berharap bahwa pengalaman ini bisa juga dirasakan oleh orang lain dan moga-moga mereka mendapatkan pengalaman yang lebih mendalam lagi …

De.  

Program & Kelas

Jadwal Kegiatan

Program & Kelas

Program Meditasi