Testimoni Anonim

Kakiku yang Cacat Bukanlah Hambatan

Selama bertahun-tahun, aku memendam kebencian pada seorang bidan yang masih terhitung keluarga besarku. Karena kesalahan yang dilakukannya, aku harus menjalani kehidupan dengan kaki yang cacat.

Pada waktu itu aku masih balita. Dalam keadaan demam tinggi, bidan itu memberikan suntikan imunisasi polio. Sejak itu aku mengalami perkembangan kaki kiri yang tidak normal.

Untungnya, keluargaku selalu memberikan cinta kasih, terutama ayah yang selalu menjagaku dengan baik. Aku bisa tumbuh menjadi gadis muda yang penuh percaya diri. Ayah benar-benar menjagaku dengan baik. Kalau ada anak-anak yang mengganggu atau mengejek, ayah akan maju membela dan memelototi anak-anak itu hingga mereka lari ketakutan.

Aku selalu dimanja dan dilindungi, sehingga aku menganggap hidup ini hanya untuk bersenang-senang. Aku selalu melewati waktu dengan hura-hura, seperti nongkrong di kafe atau restoran untuk minum minuman keras. Merokok dan begadang sepanjang malam sudah menjadi makananku sehari-hari.

Selain itu, orang-orang di sekitarku mengeluh karena sikapku yang emosional, suka marah-marah, dan egois. 

Sampai suatu waktu, ada sebuah peristiwa yang membuatku berubah pikiran. Peristiwa yang membuatku merasa tidak bahagia memberiku kesadaran. Meski aku sudah bekerja keras untuk sekolah dan membuka bisnis sendiri, ternyata ada saja orang-orang yang membuatku merasa kecewa dan tidak bahagia.

Seorang teman pernah bercerita tentang kegiatan meditasi kesehatan di Bali Usada. Tentu saja waktu itu aku sama sekali tidak berminat.

Tetapi, ketika seorang teman mengajakku untuk mengikuti kegiatan meditasi kesehatan reguler yang diselenggarakan seminggu sekali berturut-turut selama dua bulan, aku tidak menolak. Dua bulan berlalu, aku merasa ada perubahan. Meski menurutku perubahan itu hanya sekitar 10-20 persen saja. Aku tidak berniat merokok atau minum minuman keras lagi. Orang-orang di sekelilingku juga merasa aku tidak bersikap emosional dan tidak suka marah-marah.  Aku terlihat lebih tenang.

Orang tuaku sangat bahagia melihat aku nampak bersikap tenang dan lebih ceria menghadapi hidup. 

Akhirnya aku mencoba untuk ikut Tapa Brata di Bali. Waktu yang aku lewati selama tujuh hari, enam malam memberiku pelajaran tentang keikhlasan.

Sebelumnya aku tidak bisa memaafkan orang yang telah menyakitiku 100 persen. Tapi dengan kegiatan ini, aku mendapat hikmah, bila peristiwa itu tidak ada tentu aku tidak akan berubah. Aku tidak mengenal meditasi kesehatan dan tentu masih merokok dan suka minum minuman keras. 

Kini, aku merasakan kehidupan yang lebih bahagia. Aku bertekad memberikan informasi dan pelajaran ini kepada teman-teman dan orang-orang yang selalu merasa hidupnya tidak tenang atau tidak bahagia. Selain itu, aku juga tetap optimis untuk mengembangkan bisnis yang sedang aku geluti. Aku ingin menunjukkan meski memiliki kaki yang tidak sempurna, aku mampu melakukan hal-hal positif dan tidak merugikan orang lain.

Program & Kelas

Jadwal Kegiatan

Program & Kelas

Program Meditasi