Meditasi: Revolusi Dalam Diam

Sudah tiga bulan ini “None Jakarte” 1993, dengan tinggi 170 sentimeter dan berat 51 Kilogram, itu rajin bermeditasi. Setelah ikut tapa brata, 9-15 Mei, di sebuah Vila di Ciawi, Jawa Barat, Maudy mengaku mendapatkan “pencerahan”. Kini ia bisa bermeditasi sendiri. Tapi, setiap dua pekan, ia ikut kumpul di sebuah rumah di Salemba, Jakarta, untuk meditasi bersama.

Selama tapa brata, ia tak makan daging, bicara hanya pada instruktur, dan tak membaca buku maupun koran. Maudy merasakan tubuhnya menjadi ringan. Enak bergerak. Ia pun tak lagi cepat bereaksi dan marah bila disinggung seseorang. Lebih sabar. Itulah manfaat yang didapat Maudy setelah mengikuti meditasi di kelompok Bali Usada, pimpinan Merta Ada.

Maudy tak sendirian. Sebelumnya, artis penyanyi Silvana Herman, 30 tahun, sudah duluan ber-“medi-ria”. Bintang sinetron Satu Atap SeribuWajah itu berkenalan dengan meditasi lewat perkumpulan silat Satria Nusantara (SN), tiga tahun lalu. “Meskipun sekarang saya tak lagi terlalu aktif di SN, meditasi masih sering saya praktekkan,” kata Silvana kepada J. Eko Setyo Utomo dari GATRA.

Silvana bisa melakukan meditasi dimana saja.. Di tempat tidur, di karpet, atau di ruang terbuka yang berudara segar. Duduk bersila dengan sikap tapa, mengatur pernapasan, berkonsentrasi, dan menghening, diawali senam pernapasan.. “Dengan meditasi, persoalan berat apapun bisa saya atasi,” katanya , yakin.

Begitulah. Meditasi kini lagi in. Sentuhannya terasa ke segala penjuru. Kalangan Selebriti, para eksekutif yang suntuk dengan persoalan kantor, bahkan para pekerja yang baru dilibas PHK. Dan tak lagi dimonopoli agama tertentu. Ia menembus batas ruang. Semua etnis dan pemeluk agama boleh ikut. Welcome!

“Ilmu hening” ini makin riuh oleh kehadiran para “guru besar” spiritual ke Indonesia. Pada April 1996, misalnya, muncullah Sri Sri Ravi Shankar, guru spiritual dan guru yoga dari The Art of Living Foundation yang berpusat di Bangalore, India. Ia mengunjungi Bali. Di sebuah ruang di Bali Cliff Resort, Ungasan, Bali, ia mengajak umatnya melakukan meditasi bersama.

“Bayangkan, rasakan, dan nikmati hawa positif yang mengalir,” tutur Guruji – sebutan Sri Sri Ravi Shankar – ketika mengawali pertemuan dengan sekitar 300 muridnya. Pada Oktober 1997, datang Sudesh Sethi, pimpinan Brahma Kumaris World Spiritual University (BKWSU), London. Selain tampil dalam seminar di sebuah hotel berbintang, Sudesh juga mendemonstrasikan meditasinya di depan lebih dari 100 pengikutnya.

Kalau biasanya meditasi dilakukan dengan mata terkatup, ini lain lagi. Para pengikut BKWSU justru bermeditasi dengan mata nyalang. Di Indonesia, BKWSU hadir pada 1982 , dipimpin oleh Helen Quirin, warga negara Australia yang sejak 1981 berada di Indonesia. Selain bermarkas di Jalan Cibulan III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, BKWSU juga bisa dijumpai di Denpasar, Bali.

 

BKWSU, yang berpusat di Pandav Bhawan, Mount Abu, Rajasthan, India, kini mempunyai sekitar 1.800 cabang di 70 negara. Selain memberi latihan dasar bermeditasi, BKWSU juga punya paket “manajemen stres” dan raja yoga. Dalam konsep BKWSU, identitas seseorang terwujud lewat jiwa atau rohnya. Dan jiwa bisa memerankan apa saja: guru, murid, ayah, ibu, anak-anak, dan seterusnya.

Menurut Helen, peran apapun yang dibawakan oleh jiwa, jati diri yang sesungguhnya adalah jiwa itu sendiri. Ia merupakan makhluk hidup spiritual nan abadi. Tubuh itu cuma pakaian fisik yang bersifat sementara. “Secara historis dan kontekstual, Brahma Kumaris bercorak India,” kata Malinda Heritt, wakil Helen di BKWSU. “Tapi, pada hakekatnya, ia bersifat universal.”

Dengan meditasi, menurut Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, banyak keuntungan bakal diperoleh. “Dari segi fisik, akan dicapai keseimbangan tubuh,” kata Suryani kepada I Ketut Parwata dari GATRA. “Dari segi mental, kita akan mudah menangkap perasaan orang,” ia menambahkan. “Dengan meditasi, kita tahu akan kebenaran yang diterima secara universal.”

Itu sebabnya, meditasi yang dikembangkan Suryani bersifat universal. Dia tidak mau terjebak dalam sekat agama, atau sekte. “Sebab, pijakan yang dikembangkan adalah spiritualisme, bukan agama,” katanya. Konsep kedokteran dan meditasi yang dimiliki Suryani pun bukanlah menjadikan pengobatan sebagai tujuan utama. “Melainkan pencegahan terhadap pasien, agar tidak sakit lagi,” katanya lagi.

Suryani lalu mengembangkan konsep-konsep kedokteran, yang diberi “roh” meditasi. Setiap ceramahnya selalu dibanjiri peserta. Sabtu dan Ahad pekan lalu, misalnya. Di Hotel Santika, Petamburan, Jakarta Barat, Suryani membimbing ratusan orang melakukan meditasi bersama untuk mencapai hidup bahagia. Panitia sampai menolak peminat, meski “tiket”-nya Rp. 100.000,- per orang.

Tapi, di Bali, tak hanya ada Suryani. Di sana juga hadir Merta Ada, pimpinan Bali Usada yang berpusat di Sanur, Denpasar. Merta melakukan pendekatan yang diarahkan untuk mencapai hasil langsung ke alam pikiran dan jiwa. “Pendekatannya melalui badan, atau kesehatan, yang hasil sampingnya membuat pikiran menjadi tenang dan bertambah jernih,” katanya.

Menurut Merta, teknik meditasi itu ada dua. Pertama, meditasi konsentrasi, yang menerapkan teknik memfokuskan pikiran ke satu objek, hingga terjadi penyatuan dengan cara menyebut mantra-mantra tertentu, memandang cahaya lilin, dan sebagainya. “Dengan cara itu, muncullah kekuatan supranatural, sesuai dengan arah yang dikehendaki,” katanya. Kedua, meditasi kebijaksanaan, teknik untuk menghilangkan reaksi buruk di dalam memori: keserakahan, kebencian, dan kebodohan. “Sehingga akhirnya kita menjadi orang yang baik, sesuai dengan agama masing-masing,” katanya.

Bila ditilik, ada dua aliran meditasi yang “berbenturan”. Pertama, meditasi yang tak bisa dilepaskan dari konsentrasi. Paham ini diikuti oleh Luh Ketut Suryani, Merta Ada, SN, ataupun BKWSU. Kedua, sebaliknya: meditasi bukanlah konsentrasi. Paham kedua ini, tampaknya, hanya diikuti oleh Anand Krishna, pimpinan Padepokan Anand Ashram yang berpusat di Sunter Mas Barat, Jakarta Utara.

 

Menurut Anand, meditasi merupakan gaya hidup yang penuh dengan kesadaran. Orang yang bermeditasi bukanlah sekedar melakukan latihan dua atau tiga jam sehari. Melainkan orang yang hidupnya meditatif. “Hidupnya peduli terhadap lingkungan, terhadap sesama manusia,” katanya. Seorang yang meditatif, menurut Anand, tidak bersandar pada siapapun. “Meditasi itu justru melepaskan konsentrasi,” ujarnya.

Bagi Anand, meditasi juga bukan pelarian. Jika meditasi hanya dijadikan untuk pelarian, tak jauh beda dengan orang yang melarikan diri ke alkohol, ataupun obat-obatan. “Orang yang ingin melarikan diri dari persoalan dengan bermeditasi sesungguhnya belum layak bermeditasi,” kata Anand, dengan suara empuk.

Orang yang ikut bermeditasi, menurut Anand, adalah yang sudah merasakan kejenuhan dalam hidup. Ia sudah melihat hidup ini sepenuhnya, seutuhnya, dan tidak berusaha melarikan diri. Ia mungkin sudah punya segalanya: gelar, kedudukan, jabatan, harta, tapi sadar bahwa semua ini tidak membahagiakan. “Ada sesuatu yang hilang dalam dirinya,” kata Anand.

Biasanya orang-orang ini berusaha mencari makna kehidupan yang lebih dalam. Menoleh ke dalam diri, setelah lelah mencari yang ada di luar. Itulah sebabnya, tujuan meditasi itu universal, yaitu samadhi, yang dalam bahasa Sanskerta punya arti keseimbangan diri. “Karena definisi meditasi itu sudah kacau, tujuannya jadi macam-macam,” katanya.

Tujuan macam-macam itu, ya memang macam-macam. Misalnya: mencari jodoh, mau cantik, atau menghilangkan penyakit. Tapi, dengan latihan-latihan konsentrasi, seseorang bisa memperbaiki kesehatan, bisa mempercantik diri. Anand sependapat, efek sampingan meditasi bisa menyembuhkan penyakit. Alasannya, jika seseorang memperoleh keseimbangan diri, efek sampingannya menjadi sehat.

Dan bukan hanya sehat fisik atau jasmani, melainkan juga mental, emosional; dan spiritual. Secara sederhana, keseimbangan diri adalah menemukan jati diri. Penemuan jati diri, menurut Anand, juga merupakan tujuan agama.

Meditasi memberikan latihan-latihan praktis untuk menemukan jati diri. Begitu seseorang menemukan jati diri, dia menemukan hubungan dirinya dengan Tuhannya, dengan Allah,” kata pria yang secara formal mengaku tidak menjadi pengikut agama tertentu itu.

Dalam komunitas masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, meditasi mendapat tempat tersendiri. Itu terlihat pada kelompok-kelompok meditasi yang juga diikuti oleh para muslim yang cukup taat menjalankan ritual agamanya. Hal itu bisa dipahami lewat pandangan Dr. Said Agiel Siradj, Wakil Khatib Am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Meditasi, menurut Said, esensinya sama dengan salat. “Orang harus meditasi dalam bentuk salat,” katanya kepada Asrori S. Karni dari GATRA. “Dalam salat itulah orang putus hubungan dengan aktifitas duniawi, walaupun hanya lima menit,” katanya. “Kalau selagi salat pikiran masih ke urusan duniawi, itu sih lain lagi urusannya,” ia menambahkan. Dalam komunitas sufi, meditasi dalam bentuk tafakur dan zikir merupakan suatu yang jamak.

 

Jumat pekan lalu, Pusat Pengembangan Tasawuf Positif dan Klinik Spiritualitas Islam menggelar Spiritual Gathering di Mandarin Hotel, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Pesertanya lebih dari 100 orang, berasal dari kalangan menengah ke atas. Tiga pembicara – Muhammad Zuhri, ahli pengobatan ala sufi, Prof. dr. Makmuri Muchlasm, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dan Dr. Jalaluddin Rakhmat – memukau peserta.

Dalam pandangan Setyawan, kandidat doktor dari UGM, meditasi adalah sebuah cara untuk mengendalikan diri. Juga memaksimalkan daya yang dimiliki oleh seseorang. Dengan latihan-latihan meditasi, menurut Setyawan, yang sedang melakukan penelitian tentang meditasi, seseorang akan tampil lebih optimistis, dan terkonsentrasi di suatu bidang. “Nurani pun menjadi peka,” kata pria 45 tahun itu.

Setyawan tak hanya sedang meneliti manfaat meditasi. Ayah dua putri ini juga telah mempraktekkannya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. “Dengan meditasi, saya tak pernah menderita sakit yang serius,” katanya kepada Rachmat Hidayat dari GATRA. “Kalau merasa pusing, cukup bermeditasi,” ia menambahkan. Boleh juga.

 

Dikutip dari GATRA

Program & Kelas

Jadwal Kegiatan

Program & Kelas

Program Meditasi