Ini adalah kondisi di mana jantung mengalami semacam “letupan”, menyebabkan saya kehilangan kesadaran sejenak, sekitar setengah hingga satu detik.
Awalnya, kejadian ini hanya terjadi beberapa kali. Namun, efeknya mendalam. Kehilangan satu detik kesadaran, membuat saya berpikir mendalam tentang arti kehidupan dan kesiapan saya menghadapi kematian. Saya mulai merenung, apakah saya sudah menjadi suami yang baik, anak yang berbakti, dan apakah saya telah mempersiapkan anak-anak saya dengan baik.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa kita baru menyadari betapa berharganya sesuatu saat kita kehilangannya. Bagi saya, kehilangan detik-detik tersebut telah mengubah cara pandang saya terhadap hidup.
Dalam upaya mencari jawaban atas kondisi saya, saya mengunjungi tiga dokter. Namun, saat melakukan pemeriksaan EKG, “letupan” yang saya rasakan tidak muncul. Saya merasa frustasi, bahkan saya memesan alat dari Amerika untuk mencoba membuktikan adanya gangguan tersebut. Meskipun PVC mungkin tidak mengganggu secara fisik, dampak psikologisnya besar, meningkatkan rasa takut dan kecemasan saya.
Selain itu, riwayat kesehatan keluarga saya cukup kompleks. Beberapa anggota keluarga saya meninggal karena kanker dan stroke, yang membuat saya lebih waspada terhadap kesehatan saya sendiri. Faktor genetik ini memperkuat kekhawatiran saya.
Ketika saya akhirnya mendapatkan bukti PVC melalui seorang profesor, saya diberi beberapa pilihan pengobatan, termasuk meditasi. Dengan dorongan dari istri dan sepupu saya yang merupakan seorang praktisi holistic healing, saya memutuskan untuk mencoba ikut Tapa Brata.
Namun, menjelang kegiatan meditasi, saya mengalami masalah lain, yakni kesulitan menggerakkan leher. Pemeriksaan awal menunjukkan bahwa saya mungkin memiliki saraf kejepit. Walaupun saya mencoba berbagai pengobatan, termasuk fisioterapi, masalah tersebut tetap ada.
Selama meditasi, saya diajarkan untuk fokus pada cakra dada dan jantung. Dalam salah satu sesi, saya menyadari bahwa gigi saya terus bergetar. Saya konsultasi dengan Pak Korma dan Beliau menyarankan saya untuk terus mencoba dan berserah.
Seiring berjalannya waktu, PVC yang saya alami berkurang. Meski demikian, ketika saya datang ke tempat meditasi dan diberitahu tidak diperbolehkan mengonsumsi pain killer, saya sempat khawatir.
Namun, melalui proses meditasi dan penerimaan diri, saya belajar untuk menerima dan berdamai dengan kondisi tubuh saya. Dalam setiap pengalaman, baik atau buruk, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang penting adalah bagaimana kita meresponsnya.