Testimonials Komang Susila
Coming Soon

Lelaki bernama Komang Susila ini melanjutkan ceritanya. Sejak bayi ia tidak diasuh oleh kedua orang tua kandungnya. Ia tak tahu bagaimana ceritanya, sejak bayi merah ia diasuh oleh kakek dan nenek di sebuah desa yang cukup tentram. Ayah dan Ibunya berpisah dan masing-masing memilih jalan hidup sendiri. Tinggallah ia di sebuah desa dan besar sendirian. Hingga ia duduk di bangku SMP dan SMA, di saat ia belajar seorang diri, ia sering menangis. Merasakan kesepian hati seorang anak tanpa ayah dan ibu yang mendampinginya sehari-hari. Beruntung ia memiliki kakek dan nenek yang begitu menyayanginya.

Sampai ia beranjak dewasa dan sukses sebagai pengusaha handicraft, ia hanya merasakan hubungan komunikasi antara dirinya dan orang tua kandungnya hanya sebatas hubungan rasional saja. Terlebih kemudian ayah kandungnya meninggal dunia. Ia tak merasakan kesedihan apa pun. Menghadapi ibu dan keluarga barunya ia juga tidak terlalu perduli dan selalu merasakan kehampaan.

Meski ia akhirnya menjadi seorang pengusaha ekspor-impor dan diberikan karunia materi yang cukup berlimpah, ia juga tak terlalu perduli dengan figur ibu kandungnya. Tak jarang sang ibu meminta bantuan meminjam mobil miliknya. Tak sedikit pun rasa yang terketuk di hatinya untuk menanyakan keperluan ibunya.
“Saya tak tergugah untuk mengantarkan ibu ke mana ia hendak pergi atau ada keperluan apa. Saya hanya menyuruh sopir atau adik-adik tiri saya untuk mengantarkan ibu. Termasuk juga bila ibu ingin pergi bersembahyang,” ungkapnya getir.

Hanya saja selama ini ia selalu merasakan hidupnya hampa. Apa yang telah dimilikinya tidak memberinya rasa bahagia. Bahkan mendekati usianya yang setengah abad, ia sudah mengambil keputusan untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dengan jalan sering mengikuti kegiatan persembahyangan di pura. Di mana ia mendengar ada persembahyangan, ia rajin mengikutinya. Tapi hatinya tetap merasa kosong.

Tanpa sengaja ia memperoleh informasi mengenai kegiatan meditasi kesehatan yang diselenggarakan Bali Usada Center dari sebuah koran lokal. Kemudian ia mencari informasi sejelas-jelasnya dan mendaftar sebagai salah satu peserta.
Setelah mengikuti Tapa Brata selama enam hari lima malam di Baturiti Bedugul Tabanan Bali, ia menyadari, perasaan hampa yang ia rasakan selama ini sesungguhnya berasal dari kesalahannya sendiri. Keangkuhan ,sikap egois dan rasa dendam yang tidak disadarinya bertumpuk di dalam lubuk hatinya yang paling dalam selama bertahun-tahun, ternyata menjadi penyakit.

Dan pengobatan itu tidak perlu jauh-jauh. Hanya dari dirinya sendiri. Tahap demi tahap kegiatan meditasi kesehatan yang ia jalani dengan sungguh-sungguh dari hari ke hari memberinya pencerahan. Kebencian yang dipendamnya selama kurun waktu yang panjang menjadi penyebab ketidakbahagiaan yang dirasakan meski ia memiliki materi berkecukupan, istri dan anak-anak yang baik. Ia harus menjernihkan hatinya dengan memberikan cinta kasih yang tulus kepada ibunya. Bagaimanapun juga ia adalah ibu kandungnya yang telah melahirkannya. Perasaan menyesal dan kesadaran yang tumbuh di hatinya telah memberinya kesembuhan.

“Sekarang saya merasa nyaman dengan diri saya sendiri. Rasanya hidup ini indah. Saya akan mengasihi ibu saya,” tegasnya, sambil menghapus air mata yang mengalir deras di pipinya.

Program & Class

Activity Schedule

Program & Class

Meditation Program