Coming Soon
“Di Bali ada pengobatan dengan batu kresnadana, windhusara, menjangan bang, dan sebagainya,” kata Pannya Sagara Mertha Ada yang baru-baru ini meraih Citra Karya Insan Pendidikan Nasional 2000 dari Yayasan Pandu Citra Indonesia (YPCI). Mertha Ada merupakan salah satu dari 32 tokoh yang menerima penghargaan tahun ini, hasil seleksi dari 463 tokoh yang berkecimpung di dunia pendidikan formal dan informal serta hukum. Selain Mertha Ada dari Bali yang menerima adalah Prof. DR. I Wayan Mertha Suteja dan I Nengah Tinggen (dosen luar biasa di PGSD STKIPN Singaraja). Penerima lainnya antara lain Prof. B. Bintoro Tjokroamidjojo, M.A., Prof. Dr. Mustapadidjaja, Prof. Dr. Murdijanto Purbangkoro, Prof. DR. Ir. Soepangkat Soeminto, M.Sc. dan DR. Indayati Motik Adisuryo, MBA.
Menjawab Bali Post via telepon, MS Dira, S.H., ketua pelaksana Citra Karya Insan Pendidikan Nasional 2000 mengungkapkan, untuk pertama kali pihaknya memberikan penghargaan kepada kalangan yang bergerak di bidang meditasi dan yoga. Diharapkan penerima penghargaan ini tidak menyia-nyiakan reputasinya dan mampu menjaga visi dan pikiran mereka yakni tetap utuh ke depan. “Dedikasi mereka di dunia pendidikan agar tetap membuat mereka menjadi panutan bagi masyarakat,” paparnya sembari menambahkan, YPCI akan tetap memantau aktivitas para penerima penghargaan ini.
MERTHA ADA (43) yang menekuni meditasi sejak umur 13 tahun dan kini memimpin Bali Usada di kawasan Jl. By pass Ngurah Rai Sanur mengakui bahwa ia menekuni meditasi terobsesi oleh kebesaran dan kesaktian para mpu di masa lalu. Untuk itulah ia mengaku tekun berlatih dan mempelajari meditasi serta pengobatan. Paling tidak, ia mengatakan memiliki 30 guru yang membentuk dirinya seperti sekarang.
Terinspirasi dari kerja Mpu Kuturan, Mertha Ada mempunyai harapan besar suatu saat meditasi diakui secara formal. Dalam arti kata pendidikan meditasi dan yoga tidak hanya dianggap sebagai pendidikan informal namun disetarakan dengan pendidikan formal lainnya. “Memang membutuhkan waktu dan komunikasi yang baik dengan semua kalangan,” tambahnya.
Dikatakan, meditasi sebenarnya memiliki tiga tujuan yakni untuk mencapai ketenangan, menghilangkan reaksi buruk, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Sedangkan dari pasien-pasien yang datang ke Bali Usada, 50 persen diantaranya karena sakit secara fisik, 40 persen stres atau mengalami tekanan psikis, dan sisanya (10 persen) memang menginginkan kualitas spiritual hidupnya lebih baik melalui meditasi dan yoga. “Kelompok terakhir ini yang paling bertahan atau tetap berlatih meditasi.”
Meditasi yang ditawarkan adalah olah pikiran yang memungkinkan pasien menghapus ingatan-ingatan buruk yang mengendap dalam ingatannya. Mengapa harus dengan jalan meditasi? Dikatakan, sembahyang memang memberikan input kebajikan pada pemeluknya. Sementara ingatan-ingatan buruk tak mungkin dihapuskan bila tidak melalui usaha si subjek melalui meditasi atau yoga. “Ingatan buruk mempunyai energi yang mengganggu fisik normal atau sehat. Bila tidak dihilangkan atau disembuhkan, hal tersebut akan mengganggu secara permanen. Nah, meditasi bisa menghilangkan reaksi buruk yang ada dalam memori kita,” tandas guru meditasi itu yang mengaku memiliki murid sekitar 16.000 tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Seiring perkembangan zaman, dikatakan, bermacam-macam penyakit pun bermunculan. Teknologi modern menemukan berbagai macam obat yang mampu menyembuhkan penyakit-penyakit yang belum pernah dikenal sebelumnya. “Kembali ke masa lampau, mpu-mpu kita dahulu pun dihadapkan pada kondisi serupa di zamannya. Teknologi saat itu memang tidak secanggih saat ini, namun secara spiritual mereka mampu menyembuhkan orang sakit.
Maka jika saat ini pengobatan tradisional melalui tumbuh-tumbuhan, batuan, meditasi atau yoga kembali mencuat, diperlukan komunikasi yang tepat untuk menghadapi manusia modern yang ilmiah dan terkadang meminta jawaban yang masuk akal.”
Lantas apa arti penghargaan itu bagi Mertha Ada? “Paling tidak saya bersyukur ada yang menghargai guru meditasi seperti saya. Itu artinya juga tantangan bagaimana agar meditasi ini makin memasyarakat, makin banyak orang yang mau menekuni,” papar Mertha Ada yang berobsesi bisa jadi mpu meditasi. (tra/yud)
(Dikutip dari Mingguan TOKOH)