Coming Soon
Setiap orang bisa sakit dan punya luka batin, begitu keyakinannya, itulah yang mengganggu kesehatan dan menghambat kebahagiaan. Obatnya : harmonisasi pikiran.
Minggu pukul 8 pagi, Aula sebuah rumah di Jakarta, yang cukup luas, telah diisi 30 orang yang duduk bersila di atas matras. Seorang pria duduk bersila menghadap kumpulan orang itu. Wajahnya bersih, rambutnya disisir rapi, kemejanya ditutup jas putih. Dengan volume suara yang tidak terlalu keras, dibumbui nada ‘cengkok’ bahasa Bali, dia membuka pertemuan itu dengan kata-kata, “Marilah kita bermeditasi.” Hadirin memejamkan mata dan meletakkan tangan dipangkuan.
Selama proses meditasi, pria itu menjelaskan berbagai petunjuk, masih dalam volume yang sama. Menit demi menit berlalu, sampai akhirnya, pria itu menutup meditasi dengan kata-kata, “Semoga semua hidup berbahagia.”
Meditasi, yoga, dan sejenisnya, kini sedang trend di Barat. Tampaknya juga menular ke Timur, termasuk di negeri kita. Walau pun bukan suatu yang baru bagi masyarakat tradisional kita, tapi bagi masyarakat kota besar seperti Jakarta, kegiatan ini bagai air sejuk ketika stres kehidupan semakin menekan. Tidak heran orang seperti pria itu, yang dipanggil Merta Ada,yang lahir 6 Mei 1957, pendiri pelatihan meditasi kesehatan Bali Usada, kini bagai ‘dosen terbang’ dari Bali ke berbagai kota besar untuk menularkan ilmunya.
Sembuh karena meditasi
“Setiap orang pernah mengalami luka batin,” katanya kepada Fit, setelah pelatihan usai. “Saya juga mengalaminya. Ketika kanak-kanak, saya kena polio, tak mampu bergerak bebas seperti anak-anak lainnya, sehingga terpaksa meredam berbagai keinginan saya. Kemudian saya mengalami kesedihan luarbiasa ketika adik saya meninggal akibat kecelakaan. Bertahun-tahun saya merasa tidak nyaman bila melihat orang berpakaian putih, ingat adik saya. Selain itu ada suatu masa saya ketakutan kalau berhadapan dengan orang yang bertubuh tinggi besar dan berwajah beringas. Bukan hanya sakit psikologis, saya juga pernah bertahun-tahun menderita tukak lambung dan gangguan lever.”
Menurut ceritanya, dia perlu waktu untuk mencari ‘obat’ mujarab bagi aneka penyakitnya itu. “Saya sudah menjalani meditasi sejak muda. Semakin bertambah usia, saya mencari teknik meditasi yang paling pas untuk saya. Bertahun-tahun saya menekuninya secara teratur, ternyata secara bertahap pikiran saya menjadi harmonis. Saya menyimpulkan, meditasi itu memberi manfaat luar biasa pada saya, bisa menguatkan pikiran dan menambah kepekaan pada diri sendiri. Seperti halnya tubuh yang memerlukan olahraga, pikiran pun perlu dilatih agar kuat.”
Sekarang ini, meditasi dapat dikatakan menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari. Paling tidak beberapa jam sehari dipastikannya untuk bermeditasi. “Waktu tidur saya memang sedikit, karena orang yang suka bermeditasi memang begitu. Lebih banyak meditasi berarti lebih banyak waktu untuk mengharmonisasi pikiran.”
Tahun 1993 Merta Ada terinspirasi untuk mengajarkan teknik meditasi yang selama ini telah diakrabinya. Ia merasa perlu memperkenalkan suatu teknik meditasi yang sifatnya universal, bisa membantu setiap orang untuk menjaga kesehatan tubuh dan pikirannya, bersifat sederhana serta tidak bertentangan dengan agama yang dipeluk oleh siswanya sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing. Meditasi ini disebutnya Meditasi Usada.
“Sebelum itu, sejak tahun 1992, saya sudah mengobati orang melalui teknik getaran dan ramuan tumbuh-tumbuhan. Berkat ketekunan bermeditasi, melalui perabaan dan pikiran saya bisa merasakan getaran di tubuh manusia dan di tumbuh-tumbuhan. Saya cocokkan antara getar di tubuh manusia akibat penyakit tertentu dengan getar di tumbuhan yang bisa menjadi obatnya.”
Upayanya ini memberikan hasil, rumahnya menjadi tempat kunjungan orang yang memerlukan ramuan obatnya. Katanya, bahan baku tumbuhan itu sederhana dan terdaftar di Balai Pengawasan Obat dan Makanan Dep.Kes. sebagai bahan jamu.
Suatu hari seorang bekas pasien yang sudah dinyatakan sembuh, datang lagi ke rumahnya. Dengan tangannya dideteksinya getaran penyakit di tubuh orang tersebut, saat itulah dia merenung, “Orang ini bisa sembuh bila dia juga berusaha menyembuhkan dirinya sendiri. Caranya dengan mengajarkan meditasi.” Maka berdirilah pelatihan meditasi Bali Usada. Empat tahun kemudian ia melebarkan sayapnya ke Jakarta. Seterusnya makin populer sehingga dia harus mengatur jadwal untuk mengajar meditasi sampai ke Medan, Surabaya, Lombok,Palembang, atau Yogyakarta. sampai Singapura dan Malaysia.
Obsesi sejak kanak-kanak
Menarik sekali bila diketahui bahwa keinginan mengobati orang adalah obsesinya sejak kanak-kanak. Di desa kelahirannya , Baturiti, Kabupaten Tabanan, seorang tetangganya adalah tabib tradisional. Di mata kanak-kanaknya tokoh itu sangat diperlukan banyak orang. Rumah tokoh itu tak pernah sepi pengunjung. Anehnya, setelah pindah ke Denpasar, kemudian ke Lombok, tetangganya selalu ada saja yang berprofesi sebagai tabib.
Kemampuan Merta Ada kemudian juga lebih terasah dan terarah karena usahanya membaca berbagai buku kesehatan, lontar-lontar kuno, serta menimba ilmu dari para guru meditasi dan ahli ramuan tradisional di Bali,Indonesia, maupun di luarnegeri, juga dari para dokter. “Jalan hidup itu memang aneh, ketika saya berusia delapan tahun, saya hanya bisa menjadi penonton ketika tetangga saya mengajar kungfu pada teman-teman. Guru kungfu itu mengatakan, “kamu duduk saja, nanti juga pintar seperti yang lain.” Ternyata yang dimaksudnya dengan duduk adalah bermeditasi.”
Setelah dewasa dia sempat terjun sebagai pengusaha pakaian jadi. Dia mengakui usaha itu bukan pilihan hidupnya, sehingga melelahkan pikiran dan tubuhnya. Suatu malam pada tahun 1990, dia sedang berada di Long Island, Amerika Serikat, juga dalam rangka bisnisnya, seorang nenek pemilik apartemen tempat tinggalnya mengajak ngobrol. Wanita keturunan India itu menjelaskan, tepatnya memberi kuliah, tentang ayurveda yaitu pengobatan tradisional India. Walau terkantuk-kantuk, demi kesopanan, didengarkannya ‘kuliah’ itu sampai pukul 04.00 dinihari. Siapa sangka, dua tahun kemudian ilmu itu malah memperkaya Merta Ada dalam menjalani profesinya.
Menurut pandangan pria yang selalu berjas putih (menurutnya agar meditasi tidak dianggap klenik) ketika mengajar meditasi, manusia terdiri dari tiga bagian, badan kasar (tubuh dan organ-organnya), badan halus (meridian dan cakra), yang sekarang sudah bisa ‘dilihat’ dengan alat elektronik atau difoto sehingga aura seseorang bisa terlihat, dan badan mental. Yang terakhir ini hanya bisa dideteksi oleh pikiran. Gangguan kesehatan di ketiga ‘badan’ inilah yang dideteksi Merta Ada lewat indra perasa getarannya. “Memeriksanya itu lama dan melelahkan karena energi saya terkuras,” kisah Merta Ada.
Namun tidak mudah baginya merintis pelatihan meditasi kesehatan di Bali. Bisa saja dia dianggap mengkomersialkan teknik meditasi yang biasanya hanya dilakukan untuk keperluan agama dan spiritual. Padahal menurut Merta Ada meditasi dapat digunakan untuk menyembuhkan sakit di badan dan melepaskan trauma dari pikiran, yang sangat diperlukan di zaman modern ini.
Mula-mula, kursusnya cuma diikuti 8 orang murid, lalu berkembang menjadi 24, kemudian lebih dari 50 orang dan seterusnya. “Awalnya dari lingkungan pasien dan kawan-kawan saya lalu masyarakat umum dan akhirnya secara bertahap sampai ke luar negeri, mengenal saya dari mulut ke mulut. Rasanya karena berkembang tahap demi tahap, malahan membuat saya merasa bertambah mantap, sekarang sudah lebih 64 ribu orang yang pernah menjadi peserta,sebahagian dari luarnegeri seperti: Eropa, Amerika, Jepang dan lain-lainnya.” kata Merta Ada. Dia menolak pendidikan meditasi kesehatannya sebagai upaya ikut-ikutan trend yang sedang ‘menoleh’ ke timur.
Di Bali, tambah pria bernama lengkap Pannya Sagara Merta Ada ini, sedang menjamur pusat-pusat meditasi. Tempat itu selain untuk masyarakat umum juga untuk kepentingan pariwisata dan ditujukan untuk turis-turis asing. “Mudah-mudahan semua pusat meditasi itu dan juga Bali Usada dapat berkelanjutan, bukan trend sesaat melainkan suatu kesadaran yang bisa terus berjalan.” katanya dengan wajah penuh harap.
Jalan masih panjang
Mula-mula peserta pelatihan meditasinya memang kalangan orang sakit. Namun lama-kelamaan orang akan menyadari bahwa belajar meditasi tidak perlu menunggu sakit datang dahulu. Para peserta di aula rumah itu, tampaknya orang-orang yang sehat. Menurut penjelasan asisten instruktur Merta Ada, mereka adalah peserta tahap lanjut. Untuk tahap pemula dibimbing oleh asisten instrukturnya. Merta Ada hanya datang sekali sebulan ke Jakarta.
Pembimbingan meditasi itu, menurut asisten instrukturnya lagi, secara bertahap sehingga secara keseluruhan merupakan satu sistem. Usai meditasi, Merta Ada selalu menyempatkan diri berbincang-bincang dengan para peserta. Topiknya seputar meditasi, dan tampaknya semua orang betah mendengar bahasanya.
Suatu saat nanti, dia memimpikan meditasi populer dan menjadi hal yang biasa dilakukan di tengah masyarakat. Sementara ini Merta Ada tengah mnegusahakan perluasan pusat meditasinya di Bali. Tempat itu, kalau nantinya terwujud akan digunakannya untuk memusatkan semua kegiatannya, dari latihan rutin, tapa brata, sampai pelatihan bagi asisten-asisten pengajar Merta Ada. Asisten pengajar meditasi bisa dikatakan sebagai salah satu ‘tiang’ penyangga kegiatan Bali Usada. Merta Ada yang sering bepergian bisa mengandalkan para assisten pengajarnya untuk keperluan mengajar.
Pria yang memilih vegetarian yang tidak fanatik,untuk kesehatan dan merasa meditasinya lebih ringan dengan vegetarian ini, mengatakan pengelolaan Bali Usada harus dengan manajemen yang baik. “Bukan manajemen yang ketat seperti bisnis, tapi pengelolaan yang tidak tergantung pada sumbangan sukarela. Mungkin saja suatu saat kami tidak mendapat cukup sumbangan atau ilmu ini justru hanya dimiliki para penyumbang terbanyak. Saya dan kawan-kawan berusaha mengembangkan Yayasan Bali Usada agar berkesinambungan,” tambah pria yang pernah dua tahun kuliah di jurusan teknik sipil ini.
Dia mengaku banyak belajar tentang kehidupan dari kegiatannya ini. “Dulu saya ingin orang yang saya obati, terus mengingat jasa saya. Suatu ketika saya sadar tubuh dan pikiran orang adalah privacy mereka sendiri. Saya tak berhak menguasai. Tugas saya hanya berbuat baik. Sekarang saya cuma ingin meditasi bisa menyentuh kehidupan kita semua, menyehatkan, serta membahagiakan,” cerita Merta Ada.
Sekarang hari-harinya sangat sibuk. Sejak pagi pukul 4.30 sudah mengajar meditasi melalui siaran Radio Global FM di Bali, pkl 8.00 untuk tamu hotel Four Season, Grand Bali Beach, Club Med sesuai permintaan, di Bali. Diantara kegiatan itu juga mengisi di BaliTV. Siang sampai pukul 18.00 untuk mengobati pasien. Berikutnya sampai pukul 20.00 mengajar meditasi lagi. Atau berpergian mengajarkan Meditasi Tapabrata ke berbagai kota di Indonesia bahkan di luar negeri bersama para assisten pengajar lainnya. “Namun demikian saya selalu mengatur waktu untuk keluarga saya,untuk istri saya, Dhammadina dan anak-anak saya Nago Tejena, Natassa Tejena dan Naradogosa Tejena,” kata pria ini sambil senyum cerah..
Disadur dari: Majalah FIT